Pemerintah Pangkas Jumlah Tahanan yang Layak Amnesti dari 44.000 Menjadi 19.000

Pemerintah Pangkas Layak Amnesti

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) baru-baru ini mengumumkan kebijakan baru yang mengurangi jumlah tahanan yang memenuhi syarat untuk mendapatkan amnesti. Sebelumnya, diperkirakan sekitar 44.000 tahanan akan memenuhi syarat untuk mendapatkan amnesti. Namun setelah peninjauan lebih lanjut, jumlah tersebut dipangkas menjadi hanya sekitar 19.000 orang. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas sistem pemasyarakatan dan menanggapi berbagai permasalahan yang terjadi di lapas (lembaga pemasyarakatan) di Indonesia.

Penyebab Pengurangan Jumlah Tahanan yang Layak Amnesti

Penurunan jumlah tahanan yang berhak mendapatkan amnesti ini diungkapkan oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, dalam konferensi pers yang berlangsung pada awal pekan ini. Menurut Yasonna, langkah tersebut diambil setelah pihak kementerian melakukan penilaian lebih mendalam terhadap kriteria amnesti yang sebelumnya telah ditetapkan. Salah satu alasan utama pengurangan ini adalah agar amnesti hanya diberikan kepada mereka yang memenuhi syarat administratif dan substansial yang lebih ketat.

“Setelah melakukan evaluasi menyeluruh, kami menyadari bahwa tidak semua tahanan yang sebelumnya terdaftar layak mendapatkan amnesti. Kami ingin memastikan bahwa amnesti ini hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar memenuhi kriteria. Seperti kejahatan yang tidak terlalu berat, perilaku baik selama menjalani hukuman, dan potensi untuk reintegrasi yang sukses ke masyarakat.” Ujar Yasonna.

Kriteria Tahanan yang Dapat Mendapatkan Amnesti

Menteri Yasonna juga menjelaskan bahwa kebijakan ini diatur dengan sejumlah kriteria yang lebih ketat. Tahanan yang berhak mendapatkan amnesti harus memenuhi beberapa syarat, antara lain:

  1. Jenis Kejahatan: Tahanan yang melakukan kejahatan ringan hingga menengah. Serta tidak terlibat dalam tindak pidana kekerasan berat atau terorisme, berpotensi untuk menerima amnesti.
  2. Perilaku Selama Masa Hukuman: Tahanan yang menunjukkan perilaku baik selama berada di dalam lapas dan telah menjalani sebagian besar masa hukuman mereka akan diprioritaskan.
  3. Kemungkinan Reintegrasi: Tahanan yang dinilai memiliki kemungkinan besar untuk dapat diterima kembali di masyarakat dengan integritas yang baik. Serta dukungan keluarga dan masyarakat, juga akan mendapatkan amnesti.

Selain itu, kebijakan ini juga mencakup beberapa aturan teknis yang bertujuan untuk meminimalisir penyalahgunaan amnesti oleh pihak yang tidak layak. Penurunan jumlah tahanan yang memenuhi syarat ini juga merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong reformasi dalam sistem pemasyarakatan yang lebih humanis.

Dampak Terhadap Sistem Pemasyarakatan

Pengurangan jumlah tahanan yang layak mendapatkan amnesti ini tentu saja akan berimbas pada sistem pemasyarakatan di Indonesia. Salah satu dampaknya adalah semakin banyaknya tahanan yang tetap berada di dalam lapas untuk menjalani hukuman mereka. Bisa menyebabkan overkapasitas di banyak lembaga pemasyarakatan. Saat ini, banyak lapas di Indonesia yang mengalami kelebihan kapasitas, bahkan hingga dua hingga tiga kali lipat dari kapasitas ideal. Ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas fasilitas dan layanan di dalam lapas.

Seiring dengan kebijakan ini, pemerintah juga berjanji untuk terus melakukan reformasi dan perbaikan dalam sistem pemasyarakatan Indonesia. Salah satu solusi yang diusulkan adalah dengan mengoptimalkan program pembinaan dan pelatihan keterampilan bagi tahanan, untuk mempersiapkan mereka kembali ke masyarakat setelah menjalani hukuman. Program rehabilitasi dan reintegrasi sosial juga dianggap penting untuk mengurangi angka residivisme (kembali berbuat kejahatan).

Tanggapan Masyarakat dan Pihak Terkait

Tanggapan terhadap kebijakan ini datang dari berbagai pihak, termasuk kalangan akademisi, aktivis hak asasi manusia, dan keluarga tahanan. Beberapa pihak menyambut baik kebijakan ini, karena dinilai akan mendorong perbaikan dalam sistem pemasyarakatan, sementara yang lain mengkhawatirkan dampak sosial yang ditimbulkan, seperti penurunan kesempatan bagi tahanan yang berpotensi untuk memperbaiki diri.

“Penting untuk melihat bahwa amnesti bukanlah hadiah, melainkan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan memberikan kesempatan bagi mereka yang telah menunjukkan perubahan positif. Kami berharap pemerintah dapat terus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses seleksi tahanan yang berhak mendapat amnesti,” kata seorang aktivis hak asasi manusia, Rina Sari.

Sementara itu, beberapa keluarga tahanan yang berharap anggota keluarganya mendapatkan amnesti merasa kecewa dengan kebijakan ini. Namun, mereka juga memahami bahwa kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sistem pemasyarakatan yang lebih adil.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *